Dari buku “Yang orang tua harus tahu tentang vaksinasi pada anak” karangan Stephanie Cave & Deborah Mithchell, terbitan Gramedia Pustaka Utama thn. 2003) Hasil penelitian yang dituangkan dalam buku ini cukup mengerikan, vaksin yang kita berikan demi kesehatan sang anak menjadi bumerang yang dapat memberi efek negatif yang tidak diinginkan. Mudah-mudahan informasi berikut berguna terutama bagi generasi muda kita.
Ada beberapa zat kimia yang ditambahkan kedalam vaksin (vaksin sendiri adalah bakteri/virus dari penyakit yang ingin di imunisasikan) antara lain:
- Aluminium (dalam vaksin DPT, DaPT dan Hepatitis B)
- Benzetonium klorida – bahan pengawet (dalam vaksin anthrax)
- Etilen glikol (dalam vaksin DaPT, polio, Hib, hepatitis B)
- Formaldehida – cairan untuk menonaktifkan kuman, bahan penyebab kanker
- Gelatin – pemicu alergi (dalam vaksin cacar air dan MMR)
- Glutamat (dalam vaksin varicella)
- Neomisin – antibiotik yang dapat menyebabkan reaksi alergi(dalam vaksin MMR dan polio)
- Fenol (dalam vaksin tifoid) – Streptomisin – antibiotik penyebab alergi (dalam vaksin polio)
- Timerosal – bahan pengawet yang mengandung mercury
Untuk orang-orang yang memiliki riwayat auto-imun seperti rematoid arthritis, diabetes, asma dan multiple sclerosis, vaksin yang disuntikan akan menyebabkan sistem imun tubuh mereka menyerang lebih banyak dari yang seharusnya. Terutama untuk vaksin campak, tetanus dan flu. Efek sampingan suatu vaksin dapat terjadi segera setelah anak menerima suntikan, tapi juga baru terlihat setelah beberapa jam, beberapa hari atau bahkan beberapa bulan.
Berikut ini bahaya mercury yang terdapat dalam vaksin yang diberikan kepada anak-anak:
- Kadar mercury yang tinggi dapat menyebabkan matinya sel-sel otak, sedangkan kadar yang rendah mengakibatkan efek yang lambat yang mempengaruhi sistem imun di tingkat sel, seperti ketidakmampuan untuk mengusir flu, bronchitis, infersi jamur atau bahkan kanker.
- Bila vaksin diberikan kepada bayi yang belum bisa membuang mercury dengan benar, mercury akan memasuki otak dan melekat pada serebelum (otak kecil) yang mempengaruhi ketrampilan motorik termasuk penglihatan dan keseimbangan, pada hipokampus yang menyerang saraf, dan pada amygdala yang mempengaruhi fungsi emosional dan mental, termasuk sikap pemalu dan halusinasi ( gejala ini mirip dengan autisme).
- Pada bayi yang sedang mengalami perkembangan otak yang cepat, mercury bisa merusak sel otak secara menetap. Untuk mendeteksi kadar mercury dan logam beracun lainnya, dapat dilakukan dengan memeriksa contoh darah dan rambut. Untuk menghilangkannya, dilakukan terapi dengan pemberian DMSA (asam 2,3 dimerkaptosuksinik), dimana mercury dikeluarkan bersama urine. Pada saat detoksifikasi ini, anak dipantau fungsi ginjal dan hatinya, dan ditambahkan gizi (vit. B,A, mineral dan asam amino) ke dalam diet anak.
Gangguan autisme melibatkan otak, sistem imun dan saluran pencernaan. Berarti selain gangguan psikiatrik, hiperaktif, disleksia, masalah bicara dan bahasa, ketidak normalan sensorik, kesulitan kognisi dan perilaku yang tidak biasa, penderita autis juga memiliki masalah sistem imun yang berakibat alergi, asma dan infeksi, dan dalam saluran usus mereka ditemukan kelebihan virus, jamur dan organisme penyebab penyakit lainnya – yang menyebabkan masalah diare dan masalah penyerapan bahan gizi.
Vaksin Hepatitis B biasanya diberika segera setelah bayi lahir, padahal vaksin ini mengandung 12.5 mikogram mercury yang lebih dari 25 kali batas aman yaitu 0.1 mikogram per kg berat tubuh per hari, Lagipula vaksin ini dilanjutkan dengan dua dosis tambahan . Selain hepatitis B, bayi juga mendapat 4 dosis vaksin HIB dan 4 dosis vaksin DPT yang semuanya mengandung mercury, padahal fungsi empedu yang mengeluarkan racun dari tubuh belum berkembang pada bayi dibawah usia 4 sampai 6 bulan.
Vaksin MMR selain mengandung mercury juga mengandung virus hidup yang mungkin sekali terbawa ke saluran pencernaan dan menggandakan diri dan menyebabkan infeksi campak yang menetap. Infeksi ini menyebabkan radang dinding saluran usus dan membuat lubang-lubang kecil disitu yang menyebabkan bahan yang berbahaya dalam usus masuk kedalam aliran darah. Bahan yang berbahaya tsb adalah kasomorfin dan gluteomorfin, yang bila terbawa aliran darah ke otak, menyebabkan perilaku yang tidak normal. Dalam vaksin DPT, sel bakteri pertusis mempengaruhi anak-anak yang satu atau kedua orang tuanya memiliki cacat protein G-alfa yang diwariskan secara genetika (rabun senja, penyimpangan kelenjar paratinoid, tiroid dan pituiter), menyebabkan autisme dan penurunan penglihatan, persepsi sensorik, pemrosesan bahasa dan pemusatan perhatian.
Anak -anak ini dapat diberikan terapi vitamin A dan Urokholin. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk membuktikan bahwa vaksin gondong dalam MMR, vaksin Hib, vaksin Hepatitis B dan vaksin pertusis menyebabkan diabetes tipe 1 (IDDM) yang tergantung pada insulin. Penelitian lain juga sedang berlangsung untuk mengungkap peran vaksin terhadap asma dan alergi, rematoid arthritis, kelumpuhan syaraf (polio), sindroma kematian bayi mendadak (SIDS).
Dengan efek samping yang terjadi, muncul pro – kontra penggunaan vaksin, bagaimanapun kita memerlukan vaksin untuk melindungi diri dari beberapa penyakit. Beberapa solusinya antara lain: – Berikan ASI kepada bayi paing sedikit 6 bulan, supaya bayi menerima imunitas pasif dari ibunya. – Gunakan vaksin yang bebas timerosal (mercury), tunda vaksin hepatitis B hingga usia anak sekolah, kecuali bila anak berada dalam resiko tinggi.
Berikan suntikan kedua sebulan sesudah yang pertama dan suntikan ketiga paling sedikit 4 bulan setelah suntukan pertama. – Selama hamil, hindari vaksin yang mengandung mercury dan perawatan gigi yang menggunakan mercury /amalgam.
Hindari pula makanan laut selama hamil dan menyusui, minumlah air yang bebas mercury. – Ibu yang negatif HbsAg nya, bisa menunda vaksin hepatitis B untuk bayinya dari saat lahir sampai usia 6 bulan.
Bayi premature dengan ibu yang HbsAg nya negatif, bisa menunda vaksin hepatitis B sampai bayi paling sedikit mencapai 2.5 kg dan mencapai usia kandungan lengkapnya. – Bayi dengan ibu yang HbsAg nya positif, harus menerima vaksin hepatitis B pada saat lahir. – Hib dapat dimulai pada usia 4 bulan, besama dengan vaksin polio yang disuntikan (IPV), seri kedua pada usia 6 bulan, seri ketiga Hib pada usia 8 bulan, seri keempat Hib dan IPV pada usia 17 bulan dan suntikan ulangan IPV pada usia 4 atau 5 tahun.
DaPT diberikan pada usia 5 bulan, kemudian usia 7, 9 bulan dan 18 bulan, ulangannya dapat diberikan pada usia 4 atau 5 tahun. DaPT adalah vaksin DPT versi baru dimana sebagian besar racun dalam bakteri Bordetella pertusis dihilangkan.-
Vaksin cacar air tidak dianjurkan pada anak umur 1 tahun. Sebaiknya diberikan menjelang usia sekolah, sekitar umur 4-5 tahun, setelah sebelumnya dites apakah anak sudah imun terhadap virus cacar air.
Vaksin MMR sebaiknya diberikan secara terpisah dan bertahap: campak usia 15 bulan, rubella 12 bulan kemudian dan gondong 12 bulan setelah rubella. Suntikan ulangan dapat diberikan kira-kira 6 bulan sebelum sekolah, setelah sebelumnya memeriksa titer imunitas terhadap MMR.
Yang paling penting untuk diperhatikan adalah; Jangan biarkan anak menerima vaksin dalam keadaan sakit, yang ringan sekalipun. Jangan pula biarkan anak menerima vaksin untuk 6 atau lebih organisme dalam satu hari…
Sumber : http://blog.mfajri.net/vaksin-berbahaya-dalam-imunisasi
No comments:
Post a Comment